Membuka Misteri Jagat dari Perut Tambang

SIOUX FALLS, S.D. - Jauh di bawah Bukit Hitam di South Dakota, Amerika Serikat, di antara relung tambang emas tua yang sudah tergenang air, sebuah laboratorium sains baru sedang dipahat. Mencari tempat yang paling aman dari bombardir radiasi sinar kosmis, laboratorium yang tersembunyi sampai 1,5 kilometer di bawah tanah, atau setara tinggi enam kali gedung Empire State, itu ingin menjadi tempat paling ideal untuk menyelidik partikel misterius, zat gelap (dark matter).

Senin lalu, konstruksi laboratorium terdalam di dunia itu sudah dimulai. "Fakta bahwa kami akan berada dalam Goa Davis membuat kami sangat bergairah," kata Tom Shutt dari Case Western Reserve University di Cleveland. Goa Davis yang dimaksud oleh Shutt adalah bagian dari bekas tambang yang sama yang pernah dimanfaatkan fisikawan Ray Davis Jr untuk mendemonstrasikan keberadaan partikel-partikel solar neutrino pada 1960. Untuk penelitiannya itu, Davis dan koleganya, John Bahcall, diganjar hadiah Nobel Fisika pada 2002.

Eksperimen dengan zat gelap memang mensyaratkan situs yang terlindung dari sinar kosmis yang bisa mengganggu upaya-upaya pembuktian keberadaan materi itu. Zat yang diyakini menyusun hampir seperempat massa alam raya--termasuk galaksi-galaksi--itu tidak memancarkan cahaya ataupun radiasi yang bisa dideteksi segala macam sensor.

Para fisikawan percaya bahwa kebanyakan dark matter dalam alam raya kopong alias tidak memiliki atom-atom. Mereka tidak berinteraksi dengan zat lainnya lewat gaya elektromagnetik.

Shutt dan selusin fisikawan lainnya yang dipimpin oleh Jose Alonso, fisikawan bajakan dari Lawrence Berkeley National Laboratory di California, rencananya akan "menyorot" keberadaan partikel itu lewat efek gravitasinya pada zat lain yang kasat mata. Ini, pada prinsipnya, adalah metode pendekatan berbeda selain yang ditempuh "konsorsium" ribuan peneliti dunia yang juga sedang bekerja dengan Large Hadron Collider di bawah tanah di perbatasan Swiss dan Prancis.

Alih-alih menggunakan akselerator raksasa yang sama, para peneliti di Dakota memilih menggunakan sebuah tangki berisi Xenon cair sebagai detektor dark matter. Xenon cair, substansi dingin yang massanya tiga kali lebih berat daripada air itu, sangat sensitif dan rawan menjadi bulan-bulanan radiasi kosmis bila digunakan di atas permukaan tanah.

Eksperimen dengan detektor Large Underground Xenon (LUX) itu rencananya akan dilakukan di ruang-ruang laboratorium di kedalaman 1,5 kilometer itu. Di sana saat ini beberapa eksperimen awal di bidang hidrologi dan geologi sudah berjalan.

Kalau ternyata kedalaman itu masih belum cukup melindungi eksperimen inti dari bombardir sinar kosmis, tim ilmuwannya berharap lubang terdalam tambang yang menyentuh kedalaman 2,4 kilometer juga disulap menjadi dua laboratorium per 2016 nanti. Rencana B ini masih menunggu persetujuan Kongres karena butuh dana tambahan US$ 550 juta (sekitar Rp 5,5 triliun).

Tambang Emas Homestake ada di tengah-tengah komunitas yang disebut Lead. Tambang ini ditutup pada 2001 setelah beroperasi selama 125 tahun. Jaringan pompa pengering sebenarnya sudah dimatikan bertahun-tahun lamanya, kestabilan struktur lorong-lorong nya juga jelas butuh infrastruktur yang baru, tapi itu tak menghalangi niat melakukan riset di tempat itu.

Saat ini, laboratorium memang belum banyak terbentuk: lapisan film oranye penuh karat menutupi dinding, lantai, langit-langit, dan pecahan-pecahan peninggalan para penambang. Tapi, dari tambang tua inilah diharapkan rahasia pembentukan alam raya ikut terbantu terpecahkan. Dengan memahami zat gelap dengan lebih baik, menghitung jumlahnya, serta mengetahui efek apa yang mungkin ditimbulkannya di masa depan, para ilmuwan berharap bisa mengerti di antaranya apakah alam raya kita ini sebenarnya memuai atau berkontraksi. WURAGIL | AP | LBL | SANFORDLAB

Tak Dapat Fisik, Interaksinya pun Jadi

Sebanyak 96 persen jagat raya ini tersusun dari zat dan energi yang tak tampak. Satu kandidat untuk "zat gelap" yang tidak terlihat itu adalah partikel subatomik yang tercecer dari Dentuman Besar. Weakly Interacting Massive Particle (WIMP), begitu partikel yang juga bisa diprediksi lewat model supersimetri ini dikenal.

Jika WIMP benar eksis, mereka sejatinya juga banyak dalam Galaksi Bima Sakti. Masalahnya, memburunya bukan perkara mudah karena partikel-partikel itu tidak bisa dideteksi dengan teleskop, satelit, gelombang radio, ataupun perangkat observasi lainnya yang biasa digunakan dalam astrofisika.

Partikel ini licin karena mampu menembus segala substansi yang saat ini digunakan manusia sebagai sensor. Celah, meski sempit, yang coba ditempuh tim fisikawan di DUSEL di Dakota Selatan, adalah dengan cara mendeteksi interaksi partikel itu dengan inti material target. Caranya, radioaktivitas kosmogenik dan alami dikurangi hingga 10 kali perbesarannya.

Richard Gaitskell, profesor fisika di Brown University yang ikut terlibat dalam proyek DUSEL, menjelaskan bahwa detektor interaksi itu diciptakan dengan nama Large Underground Xenon atau LUX yang berarti "cahaya" dalam bahasa Latin.

Proyek DUSEL yang dirintis Oktober 2006 itu akan dilengkapi detektor berupa tangki Xenon cair 300 kilogram itu. Suhunya dijaga sekitar 165 derajat di bawah nol Fahrenheit. Teorinya, ketika WIMP berinteraksi dengan cairan gas mulia itu, detektor akan merekam energi yang terlepas.

Dalam beberapa pekan ke depan, uji sensor-sensor itu akan dimulai sehingga mereka diharapkan sudah akan siap ketika proyek diluncurkan secara resmi setahun ke depan. Detektor nantinya juga harus dioperasikan dalam tambang sehingga terlindung oleh lapisan batuan dari radiasi yang mengganggu.

"Tahun lalu, XENON 10 bisa bekerja dengan baik sehingga kami melangkah lebih jauh dengan skala sekarang yang lebih besar," kata Gaitskell. Ia berharap detektornya kali ini bisa 100 kali lebih sensitif dan membimbing kepada temuan dark matter ini--mendahului dark energy--dalam lima sampai 10 tahun ke depan.

"Sebuah bentuk zat belum pernah lagi ditemukan sejak 1930-an, jadi mempelajari sifat alami zat gelap ataupun energi gelap akan sangat kolosal," Shutt menambahkan.

Tambang Jadi Laboratorium

Melarikan diri dari latar belakang kosmis dan memilih membenamkan diri hingga 1,5 kilometer di bawah ingar-bingarnya dunia, Deep Underground Science and Engineering Lab (DUSEL) akan berusaha menjawab pertanyaan besar ilmiah di abad 21 ini. Sejumlah besar lorong, saf, lubang galian, akses, dan pola saluran bekas tambang terdalam di Amerika Utara itu akan dimanfaatkannya.

Laboratorium terdalam di dunia ini memang akan memfasilitasi seluruh kebutuhan sains terkait: fisika nuklir dan astrofisika, geologi, hidrologi, rekayasa geologi, biologi, serta biokimia. Para ilmuwannya bahkan siap turun lebih dalam hingga 2,4 kilometer jika memang diperlukan.

Tambang yang menjelma menjadi laboratorium ini pernah menjadi rumah untuk penelitian fisika lainnya tentang solar neutrino. Penelitian itu berbuah manis Hadiah Nobel. Akankah proyek terbaru yang nilainya berlipat-lipat daripada penelitian hampir 50 tahun lalu ini akan berbuah serupa?

Tidak perlu Nobel, kalaupun proyek sukses, sumbangannya terhadap pemahaman manusia akan jagat raya yang dihuninya tentu akan sulit ditakar nilainya.

Antara Bukit Hitam dan Gunung Alpen

Penelitian di DUSEL dan Large Hadron Collider di bawah tanah di perbatasan Swiss dan Prancis sama mencoba mencari jawaban pertanyaan mendasar dari alam raya. "Pertanyaan itu adalah apa massa dan apa yang membuat alam raya terikat sebagai satu kesatuan," kata Jose Alonso, Direktur DUSEL. "Cuma pendekatannya yang sedikit berbeda."

Tim 2500 fisikawan dari 37 negara di laboratorium fisika partikel milik Eropa untuk riset nuklir itu meneliti menggunakan sistem penginjeksi proton ke dalam akselerator raksasa bergaris keliling 27 kilometer. Injeksi sejatinya akan dilakukan dalam dua arah dalam kondisi yang dibuat sedekat mungkin dengan kondisi ketika Dentuman Besar terjadi pada 14 miliar tahun yang lalu. Proyek senilai US$ 9 miliar ini lalu akan mempelajari partikel pecahannya. Sayang, belum sampai sana, LHC ngadat gara-gara hubungan arus pendek dan baru akan berjalan lagi rencananya pada September nanti.

Sumber: http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/06/26/Ilmu_dan_Teknologi/krn.20090626.169242.id.html

Post a Comment

Previous Post Next Post